Budaya politik
Asal mula kolonial
Budaya politik Amerika berakar pada pengalaman kolonial dan Revolusi Amerika. Tiga belas koloni ini adalah perkecualian di Dunia Eropa untuk budaya politik mereka yang bergelora, yang menarik orang-orang muda yang penuh ambisi dan paling berbakat ke dunia politik. Pertama, hak suara adalah yang paling tersebar luas di dunia, di mana setiap orang yang memiliki sejumlah tertentu propertas (tanah dan bangunan) dibolehkan untuk menyalurkan suaranya. Sedangkan kurang dari 1% orang Britania dapat menyalurkan suara mereka, mayoritas orang Amerika yang berkulit putih dianggap memenuhi persyaratan. Sementara akar-akar demokrasi mulai tampak jelas, justru rasa sungkan dan segan ditunjukkan kepada kaum elite sosial dalam pemilihan umum zaman kolonial. Keseganan dan rasa sungkan itu berkurang drastis seiring terjadinya Revolusi Amerika. Kedua, di tiap-tiap koloni, sejumlah besar bisnis swasta dan publik ditentukan oleh badan-badan terpilih, khususnya pemerintah-pemerintah county dan majelis-majelis. Topik perhatianmasyarakat dan perdebatan meliputi pembagi-bagian lahan, subsidi dagang, dan pajak, juga pengawasan jalan, bantuan bagi orang miskin, warung dan kedai, juga sekolah. Orang Amerika menghabiskan banyak waktu di pengadilan, karena gugatan-guatan perdata semakin lazim terjadi. Urusan hukum diawasi oleh para hakim dan para juri setempat, dengan peran sentral berada pada pengacara terlatih. Situasi demikian memicu perkembangan cepat profesi di bidang hukum, dan peran dominan para pengacara di dunia politik tampak jelas pada dasawarsa 1770-an, seperti yang telah ditunjukkan oleh karir John Adams dan Thomas Jefferson, di antara banyak lainnya. Ketiga, koloni-koloni Amerika adalah perkecualian dalam konteks dunia karena tumbuhnya perwakilan kelompok-kelompok minat yang berbeda-beda. Berbeda dengan Eropa, di mana pengadilan kerajaan, keluarga-keluarga ningrat dan gereja yang telah lama berdiri berada dalam kendali, budaya politik Amerika terbuka bagi para saudagar, tuan tanah, petani kecil, tukang, penganut Anglikan, penganut Presbiter, kaum Quaker, orang Jerman, orang Irlandia, orang Skotlandia, Yankee, orang York, dan banyak kelompok lainnya yang tidak dikenal. Lebih dari 90% perwakilan dipilih untuk menjadi dewan legislatif yang menetap di distrik masing-masing, tidak seperti Inggris di mana di sana adalah biasa memiliki anggota parlemen dan anggota absensi parlemen. Terakhir, yang paling dramatis, orang Amerika terpesona oleh dan semakin mengadopsi nilai-nilai Republikanisme, yang menitikberatkan persamaan hak, keperluan warga negara yang baik, dan kejahatan korupsi, kemewahan, dan keningratan. Tidak satupun koloni memiliki partai politik yang terbentuk pada dasawarsa 1790-an, tetapi masing-masing mengelompokkan faksi-faksi yang berlomba-lomba meraih kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar