Ahok adalah salah satu calon Wakil Gubernur DKI pada
Pilkada DKI Jakarta 2012. Ahok bernama asli Basuki Tjahaja Purnama dan
dilahirkan di wilayah Belitung. Sebelum bersanding dengan Jokowi pada
Pilkada DKI 2012, Ahok telah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur
periode 2005-2010 dan menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Mari
kita lihat sepak terjang Ahok sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta
bersama Jokowi.Biografi Ahok (Basuki Tjahaja Purnama)
Basuki T Purnama (BTP) yang akrab dipanggil Ahok lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, Belitung Timur. Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMU) dan perguruan tinggi di Jakarta dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti.
Setelah
menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi
(Insiyur geologi) pada tahun 1989,
Basuki pulang kampung–menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Basuki pulang kampung–menetap di Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Menggeluti dunia kontraktor selama dua tahun, Basuki
menyadari betul hal ini tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan
yang ia miliki, karena untuk menjadi pengelolah mineral selain
diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang profesional.
Untuk itu Ahok
memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di
Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Mendapat gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA)atau
Magister Manajemen (MM) membawa Basuki diterima kerja di PT Simaxindo
Primadaya di Jakarta, yaitu perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor
pembangunan pembangkit listrik sebagai staf direksi bidang analisa
biaya dan keuangan proyek. Karena ingin konsentrasi pekerjaan di
Belitung, pada tahun 1995 Basuki memutuskan untuk berhenti bekerja dan
pulang ke kampung halamannya.
Perlu
diketahui, tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada sebagai
persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995. Bagi
Basuki, pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang,
Kecamatan Manggar, Belitung Timur
ini diharapkan dapat menjadi proyek percontohan bagaimana
mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan
juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah
Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas.
Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memiliki visi untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Berangkat dari visi
seperti itulah pada tahun 1994, Basuki didukung oleh seorang tokoh
pejuang kemerdekaan Bapak alm Wasidewo untuk memulai pembangunan pabrik
pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memamfaatkan
teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan juga
memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan
industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air
Kelik).
Kiprah Politik Ahok
Sebagai pengusaha di tahun
1995 ia mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan politik dan
birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan
kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah dari
Indonesia ke luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah
yang mengatakan bahwa satu hari rakyat akan memilih Ahok untuk
memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, sang ayah yang dikenal dengan nama Kim Nam, memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika seseorang ingin membagikan uang 1 milyar kepada rakyat masing-masing 500 ribu rupiah, ini hanya akan cukup dibagi untuk 2000 orang. Tetapi jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik, bayangkan jumlah uang di APBD yang bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat. APBD kabupaten Belitung Timur saja mencapai 200 milyar di tahun 2005.
Bermodal keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat (paham Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk ke politik di tahun 2003.
Pertama-tama
ia bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB)
yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia mencalonkan
diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat terbatas
dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan
uang kepada rakyat, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung
Timur periode 2004-2009.
Selama
di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut dalam
praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal
masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara
langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan
mereka sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”.
Setelah
7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong
Ahok menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun
2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan
melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telfon genggamnya yang
juga adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Dengan cara ini ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan
kebutuhan rakyat. Dengan cara kampanye yang tidak “tradisional” ini,
yaitu tanpa politik uang, ia secara mengejutkan berhasil mengantongi
suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.
Padahal Belitung Timur dikenal sebagai daerah basis Masyumi, yang juga
adalah kampung dari Yusril Ihza Mahendra.
Bermodalkan
pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang mengerti
betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam
waktu singkat sebagai Bupati ia mampu melaksanakan pelayanan kesehatan
gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke
pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan pelayanan publik lainya.
Prinsipnya sederhana: jika kepala lurus, bawahan tidak berani tidak
lurus. Selama menjadi bupati ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan
baik di kalangan lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia
memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20
persen. Dengan demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk
memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini terdengar ke
seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong
Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Kesuksesannya di Belitung
Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Babel ketika 63 persen pemilih
di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang, karena banyaknya
manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal
menjadi Gubernur Babel.
Dalam
pemilu legislative 2009 ia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski
awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal
di Babel hanya tersedia 3 kursi), ia berhasil mendapatkan suara
terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian
kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Selama di DPR, ia
duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang
apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat
kiprahnya di DPR ia menciptakan standard baru bagi anggota-anggota DPR
lain dalam anti-korupsi, transparansi dan profesionalisme. Ia bisa
dikatakan sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam
proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja.
Semua laporan bisa diakses melalui websitenya. Sementara itu, staf
ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi undang-undang
tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan mengadvokasi
kebutuhan masyarakat. Saat ini, salah satu hal fundamental yang ia
sedang perjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen
kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan
pemilukada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk
masuk merebut kepemimpinan di daerah.
Ahok
berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada apakah
individu-individu idealis berani masuk ke politik dan ketika di dalam
berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi, yang
baik dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut
kepemimpinan politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk,
tidak aneh kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih
sangat korup. Oleh karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah
jalankan bisa dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk
masuk dan berjuang dalam politik. Sampai hari ini ia masih terus
berkeliling bertemu dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan
pentingnya memiliki pemimpin yang bersih, transparan, dan profesional.
Di tahun 2006, Ahok
dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang
mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti
Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang
terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan
Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat kiprahnya, kita bisa
mengatakan bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai
pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan politik instan
yang sarat pencitraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar